Sabtu, 31 Desember 2011

PENGERTIAN ARTIKEL

Menulis Artikel dan Pengertiannya

  • Menulis dan Mengarang
Ada suatu pandangan tradisional yang menyebutkan bahwa menulis dan mengarang adalah dua kegiatan yang berbeda, meski sama-sama berkenaan dengan aspek kebahasaan. Kegiatan menulis sering diasosiasikan dengan ilmu yang sifatnya faktual, sedangkan kegiatan mengarang selalu diasosiasikan dengan karya sastra yang fiksional (Kamandobat 2007). Dengan kata lain, kegiatan menulis mutlak membutuhkan studi ilmiah, sedangkan kegiatan mengarang tidak.

Pandangan tersebut tentu tidak benar. Kita tentu ingat novel "Da Vinci Code" yang menggemparkan. Lalu kita juga mungkin masih ingat "The Origin of Species" karya Charles Darwin. Keduanya berasal dari ranah yang berbeda, namun masing-masing disajikan dengan bahasa yang terkesan ilmiah dan literer.
Akan tetapi, ada satu hal yang membedakan keduanya. Hal tersebut ialah dalam hal penekanannya. Meskipun sebuah karya tulis disajikan dengan bahasa literer, bila penekanannya menjurus ke bidang keilmuan -- termasuk ilmu sastra -- kita bisa mengelompokkannya ke dalam kegiatan menulis. Demikian sebaliknya, kegiatan menghasilkan karya tulis yang lebih bernuansa fiktif, meski terkesan faktual, bisa disebut sebagai kegiatan mengarang.

Menulis Artikel
Ada sejumlah pengertian mengenai artikel. Berikut beberapa di antaranya.
Artikel merupakan karya tulis lengkap, misal laporan berita atau esai di majalah, surat kabar, dan sebagainya (KBBI 2002: 66).
Artikel adalah sebuah karangan prosa yang dimuat dalam media massa, yang membahas isu tertentu, persoalan, atau kasus yang berkembang dalam masyarakat secara lugas (Tartono 2005: 84).
Artikel merupakan:
karya tulis atau karangan;
karangan nonfiksi;
karangan yang tak tentu panjangnya;
karangan yang bertujuan untuk meyakinkan, mendidik, atau menghibur;
sarana penyampaiannya adalah surat kabar, majalah, dan sebagainya;
wujud karangan berupa berita atau "karkhas" (Pranata 2002: 120).

MENULIS SECARA ILMIAH POPULER
Pada dasarnya, ada beberapa jenis model penulisan artikel. Model-model tersebut bisa dikelompokkan kepada tingkat kerumitannya. Model yang paling mudah ialah model penulisan populer. Tulisan populer biasanya tulisan ringan yang tidak "njelimet" dan bersifat hiburan. Termasuklah di dalamnya gosip. Selain itu, bahasa yang digunakan juga cenderung bebas (perhatikan, misalnya, bahasa yang digunakan di majalah GetFresh!). Model yang paling sulit ialah penulisan ilmiah. Model ini mensyaratkan objektivitas dan kedalaman pembahasan, dukungan informasi yang relevan, dan biasa diharapkan menjelaskan "mengapa" atau "bagaimana" suatu perkara itu terjadi, tanpa pandang bulu dan eksak (Soeseno 1982: 2). Dari aspek bahasa, tentu saja tulisan ilmiah mensyaratkan bahasa yang baku.
Meski demikian, ada satu model penulisan yang berada di tengah-tengahnya. Model tersebut dikenal dengan penulisan ilmiah populer dan merupakan perpaduan penulisan populer dan ilmiah. Istilah ini mengacu pada tulisan yang bersifat ilmiah, namun disajikan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti (Soeseno 1982: 1; Eneste 2005: 171). Model inilah yang digunakan dalam publikasi Yayasan Lembaga SABDA pada umumnya.


JENIS-JENIS ARTIKEL
Ada beberapa jenis artikel berdasarkan dari siapa yang menulis dan fungsi atau kepentingannya (Tartono 2005: 85-86). Berdasarkan penulisnya, ada artikel redaksi dan artikel umum. Artikel redaksi ialah tulisan yang digarap oleh redaksi di bawah tema tertentu yang menjadi isi penerbitan. Sedangkan artikel umum merupakan tulisan yang ditulis oleh umum (bukan redaksi).
Sedangkan dari segi fungsi atau kepentingannya, ada artikel khusus dan artikel sponsor. Artikel khusus adalah nama lain dari artikel redaksi. Sedangkan artikel sponsor ialah artikel yang membahas atau memperkenalkan sesuatu.
MULAI MENULIS ARTIKEL
Menguji Gagasan
Prinsip paling dasar dari melakukan kegiatan menulis ialah menentukan atau memastikan topik atau gagasan apa yang hendak dibahas. Ketika sudah menentukan gagasan tersebut, kita bisa melakukan sejumlah pengujian. Pengujian ini terdiri dari lima tahap sebagai berikut (Georgina dalam Pranata 2002: 124; band. Nadeak 1989: 44).
Apakah gagasan itu penting bagi sejumlah besar orang?
Dapatkah gagasan ini disempitkan sehingga memunyai fokus yang tajam?
Apakah gagasan itu terikat waktu?
Apakah gagasan itu segar dan memiliki pendekatan yang unik?
Apakah gagasan Anda akan lolos dari saringan penerbit?
Pola Penggarapan Artikel
Ketika hendak menghadirkan artikel, kita tidak hanya diperhadapkan pada satu kemungkinan. Soeseno (1982: 16-17) memaparkan setidaknya lima pola yang bisa kita gunakan untuk menyajikan artikel tersebut. Berikut kelima pola yang dimaksudkan.
Pola pemecahan topik
Pola ini memecah topik yang masih berada dalam lingkup pembicaraan yang ditemakan menjadi subtopik atau bagian-bagian yang lebih kecil dan sempit kemudian menganalisa masing-masing.
Pola masalah dan pemecahannya
Pola ini lebih dahulu mengemukakan masalah (bisa lebih dari satu) yang masih berada dalam lingkup pokok bahasan yang ditemakan dengan jelas. Kemudian menganalisa pemecahan masalah yang dikemukakan oleh para ahli di bidang keilmuan yang bersangkutan.
Pola kronologi
Pola ini menggarap topik menurut urut-urutan peristiwa yang terjadi.
Pola pendapat dan alasan pemikiran
Pola ini baru dipakai bila penulis yang bersangkutan hendak mengemukakan pendapatnya sendiri tentang topik yang digarapnya, lalu menunjukkan alasan pemikiran yang mendorong ke arah pernyataan pendapat itu.
Pola pembandingan
Pola ini membandingkan dua aspek atau lebih dari suatu topik dan menunjukkan persamaan dan perbedaannya. Inilah pola dasar yang paling sering dipakai untuk menyusun tulisan.
Kelima pola penggarapan artikel di atas dapat dikombinasikan satu dengan yang lain sejauh dibutuhkan untuk menghadirkan sebuah tulisan yang kaya.

Menulis Bagian Pendahuluan
Untuk bagian pendahuluan, setidaknya ada tujuh macam bentuk pendahuluan yang bisa digunakan (Soeseno 1982: 42). Salah satu dari ketujuh bentuk pendahuluan berikut ini dapat kita jadikan alternatif untuk mengawali penulisan artikel kita.

selebihnya
Ringkasan
Pendahuluan berbentuk ringkasan ini nyata-nyata mengemukakan pokok isi tulisan secara garis besar.
Pernyataan yang menonjol
Terkadang disebut juga sebagai "pendahuluan kejutan", diikuti kalimat kekaguman untuk membuat pembaca terpesona.
Pelukisan
Pendahuluan yang melukiskan suatu fakta, kejadian, atau hal untuk menggugah pembaca karena mengajak mereka membayangkan bersama penulis apa-apa yang hendak disajikan dalam artikel itu nantinya.
Anekdot
Pembukaan jenis ini sering menawan karena memberi selingan kepada nonfiksi, seolah-olah menjadi fiksi.
Pertanyaan
Pendahuluan ini merangsang keingintahuan sehingga dianggap sebagai pendahuluan yang bagus.
Kutipan orang lain
Pendahuluan berupa kutipan seseorang dapat langsung menyentuh rasa pembaca, sekaligus membawanya ke pokok bahasan yang akan dikemukakan dalam artikel nanti.
Amanat langsung
Pendahuluan berbentuk amanat langsung kepada pembaca sudah tentu akan lebih akrab karena seolah-olah tertuju kepada perorangan.
Meskipun merupakan pendahuluan, bagian ini tidaklah mutlak ditulis pertama kali. Mengingat tugasnya untuk memancing minat dan mengarahkan pembaca ke arah pembahasan, sering kali menulis bagian pendahuluan ini menjadi lebih sulit daipada menulis judul atau tubuh tulisan. Oleh karena itu, Soeseno (1982: 43) menyarankan agar menuliskan bagian lain terlebih dahulu.

Menulis Bagian Pembahasan atau Tubuh Utama
Bagian ini disarankan dipecah-pecah menjadi beberapa bagian. Masing-masing dibatasi dengan subjudul-subjudul. Selain memberi kesempatan agar pembaca beristirahat sejenak, subjudul itu juga bertugas sebagai penyegar, pemberi semangat baca yang baru (Soeseno 1982: 46). Oleh karena itu, ada baiknya subjudul tidak ditulis secara kaku.
Pada bagian ini, kita bisa membahas topik secara lebih mendalam. Uraikan persoalan yang perlu dibahas, bandingkan dengan persoalan lain bila diperlukan.
Menutup Artikel
Kerangka besar terakhir dalam suatu karya tulis ialah penutup. Bagian ini biasanya memuat simpulan dari isi tulisan secara keseluruhan, bisa juga berupa saran, imbauan, ajakan, dan sebagainya (Tartono 2005: 88).
Ketika hendak mengakhiri tulisan, kita tidak mesti terang-terangan menuliskan subjudul berupa "Penutup" atau "Simpulan". Penutupan artikel bisa kita lakukan dengan menggunakan gaya berpamitan (Soeseno 1982: 48). Gaya pamit itu bisa ditandai dengan pemarkah seperti "demikian", "jadi", "maka", "akhirnya", dan bisa pula berupa pertanyaan yang menggugah pembaca.
Pemeriksaan Isi Artikel
Ketika selesai menulis artikel, hal selanjutnya yang perlu kita lakukan ialah melakukan pemeriksaan menyeluruh. Untuk meyakinkan bahwa tulisan yang kita hasilkan memang baik, kita harus rajin memeriksa tulisan kita. Untuk memudahkan pengoreksian artikel, beberapa pertanyaan berikut perlu kita jawab (Pranata 2002: 129-130).
Untuk pembukaan, misalnya, apakah kalimat pembuka bisa menarik pembaca? Dapatkah pembaca mulai mengerti ide yang kita tuangkan? Jika tulisan kita serius, adakah kata-kata yang sembrono? Apakah pembukaan kita menyediakan cukup banyak informasi?
Untuk isi atau tubuh, apakah kalimat pendukung sudah benar-benar mendukung pembukaan? Apakah masing-masing kalimat berhubungan dengan ide pokok? Apakah ada urutan logis antarparagraf?
Untuk simpulan, apakah disajikan dengan cukup kuat? Apakah mencakup semua ide tulisan? Bagaimana reaksi kita terhadap kata-kata dalam simpulan tersebut? Sudah cukup yakinkah kita bahwa pembaca pun akan memiliki reaksi seperti kita?
Jika kita menjawab "tidak" untuk tiap pertanyaan tersebut, berarti kita perlu merevisi artikel itu dengan menambah, mengganti, menyisipi, dan menulis ulang bagian yang salah.

ASPEK BAHASA DALAM ARTIKEL
Melihat target pembacanya yang adalah khalayak umum, kita perlu mencermati bahasa yang kita gunakan dalam menulis artikel ilmiah populer ini. Meskipun bersifat ilmiah (karena memakai metode ilmiah), bukan berarti tulisan yang kita hasilkan ditujukan untuk kalangan akademisi. Sebaliknya, artikel ilmiah populer ditujukan kepada para pembaca umum.
Mengingat kondisi tersebut, kita perlu membedakan antara kosakata ilmiah dan kosakata populer. Kata-kata populer merupakan kata-kata yang selalu akan dipakai dalam komunikasi sehari-hari, baik antara mereka yang berada di lapisan atas maupun di lapisan bawah, demikian sebaliknya. Sedangkan kata-kata yang biasa dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, diskusi-diskusi khusus disebut kata-kata ilmiah (Keraf 2004: 105-106).
Berikut daftar kata ilmiah dan populer.

KATA ILMIAH KATA POPULER
analogi kiasan
anarki kekacauan
bibliografi daftar pustaka
biodata biografi singkat
definisi batasan
diskriminasi perbedaan perlakuan
eksentrik aneh
final akhir
formasi susunan
format ukuran
friksi bagian, pecahan
indeks penunjuk
konklusi kesimpulan
kontemporer masa kini, mutakhir
kontradiksi pertentangan
menganalisa menguraikan
prediksi ramalan
pasien orang sakit

PERBEDAAN PUISI LAMA DAN BARU

Ciri Ciri Sastra Lama | Perbedaan Antara Sastra Baru Dengan Sastra Lama - Istilah prosa diambil dari bahasa Latin yaitu oratio provorsa artinya ucapan langsung. Dalamkesusastraan, prosa merupakan sejenis karya sastra yang bersifat paparan. Prosa sering pula disebut karangan bebas karena tidak diikat oleh aturan-aturan khusus (misalnya rima, ritme seperti halnya dalam puisi).
Menurut zamannya (masanya) prosa dibedakan menjadi dua periode yaitu prosa lama dan prosa baru. Prosa lama sebagai gambaran kehidupan masyarakat pada zaman dahulu, yaitu kehidupan masyarakat sebelum memiliki rasa kesadaran nasional. Jika dibatasi dengan tahun, prosa lama ini berkembang sebelum tahun 1900. Prosa lama dibedakan beberapa jenis
di antaranya dongeng, cerita rakyat (fokslore), cerita pelipur lara, hikayat, tambo, epos(wiracarita), cerita berbingkai, dan kitab-kitab.
Sastralamayangberbentuk prosa,umumnyamempunyaiciri-ciri:
1.
Ceritanya seputar kehidupari istana. Karena itu bersifat istana sentris.
2.
Menggambarkan tradisi masyarakat yang lebih menonjolkan kekolektifan daripada
keindividualan. Sebagai akibat logisnya, sastra lama dianggap milik bersama (kolektif).
3.
Konsekuensi dari ciri kedua, sastra lama bersifat anonim, pengarangnya tidak dikenal.
4.
Sastra lama bersifat lisan, disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan, dari mulut
ke mulut (leluri).
1.
Mengidentifikasi Ciri Hikayat sebagai Bentuk Karya Sastra La ma
Hikayat artinya cerita atau riwayat, Secara lengkap, pengertian1 hikayat adalah sejenis prosa sastra
melayu lama yang ceritanya berkisar pada sikap kepahlawanan tokoh-tokoh istana. Sebagai karya
sastra lama, hikayat memiliki ciri-ciri:
a. Ceritanya berkisar pada sikap kepahlawanan tokoh-tokoh istana (istana sentris).
b. Kisahnya bercampur dengan dunia khayal yang dalam banyak hal dilebih-lebihkan.
c. Pada umumnya dihubungkan dengan peristiwa sejarah tertentu.
karya sastra lama berbentuk hikayat misalnya Hikayat Si Miskin, Hikayat Hang Tuah,
Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman,
dan lain-lain.

Sumber: Peristiwa Sastra Melayu Lama, Drs. H. Soetarno, 2003

PERBEDAAN ANTARA SASTRA BARU DENGAN SASTRA LAMA

A. Sastra Lama
Sastra lama adalah sastra yang berbentu lisan atau sastra melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau ucapan. Sastra lama masuk ke indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam pada abad ke-13. Peninggalan sastra lama terlihat pada dua bait syair pada batu nisan seorang muslim di Minye Tujuh, Aceh.
Ciri dari sastra lama yaitu :
- Anonim atau tidak ada nama pengarangnya
- Istanasentris (terikat pada kehidupan istana kerajaan)
- Tema karangan bersifat fantastis
- Karangan berbentuk tradisional
- Proses perkembangannya statis
- bahasa klise
Contoh sastra lama : fabel, sage, mantra, gurindam, pantun, syair, dan lain-lain.
B. Sastra Baru
Sastra baru adalah karya sastra yang telah dipengaruhi oleh karya sastra asing sehingga sudah tidak asli lagi.
Ciri dari sastra baru yakni :
- Pengarang dikenal oleh masyarakat luas
- Bahasanya tidak klise
- Proses perkembangan dinamis
- tema karangan bersifat rasional
- bersifat modern / tidak tradisional
- masyarakat sentris (berkutat pada masalah kemasyarakatan)

Original From : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/ciri-ciri-sastra-lama-perbedaan-antara.html#ixzz1i2g0XCjv

Hubungan Teori Sastra dengan Kritik Sastra dan Sejarah SastrA

Pada hakikatnya, teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra. Di sisi lain, kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya sastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra. Demikian juga terjadi hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.
Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode tertentu. Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik Sastra terjalin keterkaitan.

makalah EYD bahasa indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagaialat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secaratulisan, di zaman era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi ini, masyarakatdituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar, sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan tepat, dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat menggunakanmedia tersebut secara baik dan benar. Dalam memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, disinilah peran aturan baku tersebut di gunakan, dalam hal ini kita selaku warga Negara yang baik hendaknya selalu memperhatikan rambu-rambu ketata bahasaan Indonesiayang baik dan benar. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sub. materi dalam ketata bahasaan Indonesia, yang memilik peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasasecara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat di sampaikan dan di fahamisecara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapatdigunakan dalam keseharian Masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesiadapat digunakan secara baik dan benar.

B. RUMUSAN MASALAH

Apa yang dimaksud dengan pengertian EYD?
Baagaimana sejarah perkembangan EYD?
Bagaimana ruang lingkup EYD?

TUJUAN
Untuk mengetahui pengertian EYD
Untuk Mengetahui sejarah EYD.
Untukmengetahui Ruang lingkup EYD.





BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.

Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan

adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan caramenuliskan bahasa.

Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasademi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudimematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib danteratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.

2.2 SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun dari segi ejaan, bahasa indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :

1. Ejaan Van Ophuysen

Ejaan ini mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan. Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasari bahasa Indonesia.

2. Ejaan Suwandi

Setelah ejaan Van Ophuysen diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan Suwandi. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.

3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan imi mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Ejaan ini merupakan penyempurnaan yang pernah berlaku di Indonesia.

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diterapkan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 57/1972 tentang peresmian berlakunya “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Dengan berlakunya EYD, maka ketertiban dan keseragaman dalam penulisan bahasa Indonesia diharapkan dapat terwujud dengan baik.

PERUBAHAN PEMAKAIAN HURUF

DALAM TIGA EJAAN BAHASA INDONESIA

Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

(mulai 16 Agustus 1972)


Ejaan Republik

(Ejaan Soewandi)

1947-1972


Ejaan Ophuysen

(1901-1947)

Khusu

Jumat

Yakni


Chusus

Djum’at

Jakni


Choesoes

Djoem’at

Ja’ni

2.3 RUANG LINGKUP EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur, dan (5) pemakaian tanda baca. 3)

1) Pemakaian Huruf

Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.

a. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.

Huruf


Nama


Huruf


Nama


Huruf


Nama
A a

B b

C c

D d

E e

F f

G g

H h

I i


a

be

ce

de

e

ef

ge

ha

i
J j

K k

L l

M m

N n

O o

P p

Q q

R r


je

ka

el

em

en

o

pe

ki

er
S s

T t

U u

V v

W w

X x

Y y

Z z


es

te

u

ve

we

eks

ye

zet

b. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

Huruf Vokal


Contoh pemakaian dalam kata

Di awal


Di tengah


Di akhir

A

e

i

o

u


api

enak

itu

oleh

ulang


padi

petak

simpan

kota

bumi


lusa

sore

murni

radio

ibu

c. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf konsonan


Contoh pemakaian dalam kata

Di awal


Di tengah


Di akhir

B

c

d

f

g

h

j

k

l

m

n

p

q

r

s

t

v

w

x

y

z


bahasa

cakap

dua

fakir

guna

hari

jalan

kami

lekas

maka

nama

pasang

Quran

raih

sampai

tali

varia

wanita

xenon

yakin

zeni


sebut

kaca

ada

kafan

tiga

saham

manja

paksa

alas

kami

anak

apa

Furqan

bara

asli

mata

lava

hawa

-

payung

lazim


adab

-

abad

maaf

balig

tuah

mikraj

politik

kesal

diam

daun

siap

-

putar

lemas

rapat

-

-

-

-

juz

d. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

Huruf Diftong


Contoh pemakaian dalam kata

Di awal


Di tengah


Di akhir

Ai

au

oi


ain

aula

-


syaitan

saudara

boikot


pandai

harimau

amboi

e. Gabungan Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy.Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.5)

Gabungan huruf konsonan


Contoh pemakaian dalam kata

Di awal


Di tengah


Di akhir

Kh

ng

ny

sy


khusus

ngilu

nyata

syarat


akhir

bangun

hanyut

isyarat


tarikh

senang

-

arasy

2) Penulisan Huruf

Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu (1) penulisan huruf besar, dan (2) penulisan huruf miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut :

a. Penulisan Huruf Besar (Kapital)

Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :

1) Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.

Misalnya :

Dia menulis surat di kamar.

Tugas bahasa Indonesiasudah dikerjakan.

2) Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya :

Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.

“Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.

3) Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.

Misalnya :

Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang.

Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.

4) Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya :

Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin.

Kita adalah pengikut Nabi Muhammad saw.

5) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.

Misalnya :

Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi bantuan mobil.

Laksamana Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik.

Dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Depdiknas.

Bapak Gubernur Sulawesi Selatan menerima laporan korupsi.

6) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.

Misalnya :

Nurhikmah

Dewi Rasdiana Jufri

7) Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.

Misalnya :

bangsa Indonesia

suku Sunda

bahasaInggris

8) Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya :

tahun Hijriyah hari Jumat

bulan Desember hari Lebaran

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

9) Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.

Misalnya :

Laut Jawa Jazirah Arab

Asia Tenggara Tanjung Harapan

10) Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung.

Misalnya :

Republik Indonesia

Majelis Permusyawaratan Rakyat

11) Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.

Misalnya :

Surat Saudara sudah saya terima.

Mereka pergi ke rumah Pak Lurah.

12) Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya :

Surat Anda telah saya balas.

Sudahkah Anda sholat?

13) Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.

Misalnya :

Dr. doktor

S.H. sarjana hukum

14) Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

15) Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.

Misalnya :

Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.

b. Penulisan Huruf Miring

Huruf miring digunakan untuk :

1) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya :

Buku Negarakertagama karangan Prapanca.

Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca.

Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.

2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.

Misalnya :

Huruf pertama kata abad adalah a.

Dia bukan menipu, tetapi ditipu.

Buatlah kalimat dengan kata lapang dada.

3) Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.

Misalnya :

Politik devideet et impera pernah merajalela di Indonesia.

3) Penulisan Kata

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :

Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan.

Misalnya : Dia teman baik saya.

Kata Turunan (Kata berimbuhan)

Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :

Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya : membaca, ketertiban, terdengar dan memasak.

Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.

Misalnya : bertepuk tangan, sebar luaskan.

Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.

Misalnya : menandatangani, keanekaragaman.

Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya : antarkota, mahaadil, subseksi, prakata.

Kata Ulang

Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Jenis-jenis kata ulang yaitu :

Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.

Misalnya : laki lelaki

Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.

Misalny : rumah rumah-rumah

Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.

Misalnya : sayur sayur-mayur

Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.

Misalnya : main bermain-main

Gabungan Kata

Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus. Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.

Misalnya : mata kuliha, orang tua.

Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.

Misalnya : ibu-bapak, pandang-dengar.

Gabugan kata yang sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai.

Misalnya : daripada, sekaligus, bagaimana, barangkali.

Kata Ganti (ku, mu, nya, kau)

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata ganti ku, mu, nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya : kubaca, kaupinjam, bukuku, tasmu, sepatunya.

2. Kata Depan (di, ke, dari)

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.

Misalnya : Jangan bermian di jalan

Saya pergi ke kampung halaman.

Dewi baru pulang dari kampus.

Kata Sandang (si dan sang)

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya : Nama si pengrimi surat tidak jelas.

Anjing bermusuhan dengan sang kucing.

Partikel

Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai berikut :

Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya : Bacalah buku itu baik-baik!

Apakah yang dipelajari minggu lalu?

Apatah gerangan salahku?

Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah menyatu.

Misalnya : Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.

Partikel per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.

Misalnya : Rapor siswa dilihat per semester.

Singkatan dan Akronim

Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih.

Misalnya : dll = dan lain-lain

yth = yang terhormat

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

Misalnya : SIM = Surat Izin Mengemudi

IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan

Angka dan Lambang Bilangan

Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan , yaitu : (1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan (2) Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X.

Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :

1) Bilangan utuh. Misalnya : 15 lima belas

2) Bilangan pecahan. Misalnya : 3/4 tiga perempat

3) Bilangan tingakt. Misalnya : Abad II

Abad ke-2

4) Kata bilagan yang mendapat akhiran –an.

Misalnya : tahun 50-an lima puluhan

5) Angka yang mneyatakan bilagnan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca.

Misalnya : Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.

6) Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya dan maknanya sama.

Misalnya : Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)

55 siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)

7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.

Misalnya : Amir menonton pertunjukan itu selama dua kali.

4) Penulisan Unsur Serapan

Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.

Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.

Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris.

Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :

Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.
Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

5) Pemakaian Tanda Baca

Tanda Titik (.)

Penulisan tanda titik di pakai pada :

Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
Akhir singkatan nama orang.
Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan tabel.

Tanda koma (,)

Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :

Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk kata : (1) Oleh karena itu, (2) Jadi, (3) lagi pula, (4) meskipun begitu, dan (5) akan tetapi.
Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.

Tanda Titik Tanya ( ? )

Tanda tanya dipakai pada :

Akhir kalimat tanya.
Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Tanda Seru ( ! )

Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kseungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.

Tanda Titik Koma ( ; )

Tanda titik koma dipakai :

Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

Tanda Titik Dua ( : )

Tanda titik dua dipakai :

Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
Di antara jilid atau nomor dan halaman.
Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

Tanda Elipsis (…)

Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.

Tanda Garis Miring ( / )

Tanda garis miring ( / ) di pakai :

Dalam penomoran kode surat.
Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.

Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘)

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.

Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )

Tanda petik tunggal dipakai :

Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

Tanda Petik ( “…” )

Tanda petik dipakai :

Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum dikenal.
Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.



BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pengertian EYD

Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.

Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.

2. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

Berdasarkan sejarah perkembangan ejaan, sudah tiga kali mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :

a) Ejaan Van Ophuysen

Ejaan ini mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan. Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia.

b) Ejaan Suwandi

Setelah ejaan Van Ophuysen diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan Suwandi. Ejaan ini berlaku mulai tahu 1947-1972.

c) Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Ejaan ini merupakan penyempurnaan dari seluruh ejaan sebelumnya yang pernah berlaku di Indonesia.

PERUBAHAN PEMAKAIAN HURUF

DALAM TIGA EJAAN BAHASA INDONESIA

Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

(mulai 16 Agustus 1972)


Ejaan Republik

(Ejaan Soewandi)

1947-1972


Ejaan Ophuysen

(1901-1947)

Khusu

Jumat

Yakni


Chusus

Djum’at

Jakni


Choesoes

Djoem’at

Ja’ni

3. Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

a) Pemakaian Kata

b) Penulisan Huruf

c) Penulisan Kata

d) Penulisan Unsur Serapan

e) Penulisan Tanda Baca

MAKALAH KRITIK SASTRA

Arti dan Sejarah Kritik Sastra
A. PENDAHULUAN
Lahirnya kritik sastra telah melengkapi bidang studi sastra atau wilayah ilmu sastra menjadi teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Sering orang mencampuradukkan ketiga bidang studi ini padahal ketiganya mempunyai wilayah yang berbeda walaupun saling berhubungan, saling menunjang, dan saling mengisi.
Teori sastra menelaah bidang yang membicarakan pengertian sastra, hakikat sastra, penelitian sastra, jenis dan gaya penulisan, dan teori penikmatan sastra. Sedangkan sejarah sastra menyangkut studi yang berhubungan dengan penyusunan sejarah sastra yang menyangkut masalah periodisasi dan perkembangan sastra. Kritik sastra merupakan bidang studi sastra yang berhubungan dengan pertimbangan karya, yang membahas bernilai tidaknya sebuah karya sastra.
Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan kritik sastra dan apa peranannya terhadap hasil karya sastra, pelajarilah uraian berikut dengan sungguh-sungguh.

B. ARTI DAN SEJARAH KRITIK SASTRA
Istilah kritik sastra yang pada zaman modern ini sangat populer, sebenarnya telah memiliki sejarah yang amat panjang. Pengertian kritik sastra berkembang dari masa ke masa, namun tetap tidak mengubah artinya.
Istilah kritik berasal dari kata krites yang oleh orang-orang Yunani Kuno dipergunakan untuk menyebut hakim, sebab kata benda ini berpangkal pada krinein yang berarti menghakimi. Kemudian muncullah kata kritikos yang diartikan sebagai hakim kesusastraan. Pengertian ini berlaku pada abad ke-4.
Di dalam pustaka sastra Latin klasik, istilah criticus jarang sekali dipakai. Dalam pemakaian yang sangat jarang itu, criticus dipandang lebih tinggi daripada grammaticus. Tokoh-tokoh yang paling berjasa dalam pembinaan istilah kritikos atau criticus sebagaimana lazimnya sekarang dipergunakan orang dalam bahasa Inggris literary criticism adalah tokoh-tokoh pemuka kaum retorika seperti Quntilianus dan filosof Aristoteles.
Dalam abad pertengahan, istilah kritik tenggelam. Pemakaiaannya cuma terbatas pada lingkungan kedokteran dalam arti krisis dan dalam penggunaan penyakit kritis (critical illness). Tetapi dalam zaman Renaissance istilah kritik muncul kembali dalam arti semulanya. Polizianus pada tahun 1492 mempergunakan istilah criticus sebagai antitese daripada filosof, begitu juga istilah grammaticus.
Dengan demikian timbullah pengacauan penggunaan istilah kritikus dengan grammatikus dan filologis terutama di kalangan orang-orang yang menggarap harta karun pustaka sastra lama. Di kalangan kaum humanis selanjutnya kata kritik dan kritikus pemakaiaannya terbatas pada penerbitan dan pembetulan naskah-naskah kuno. Tujuan kaum kritikus adalah mencabuti cacat cela guna perbaikan naskah-naskah karya para pujangga kuno, baik Yunani ataupun Latin. Jadi jelaslah di sini bahwa kritikus ditempatkan di bawah gramatikus.
Buku tentang kritik yang pertama dan lengkap, yang kemudian dipandang sebagai sumber dari pengertian kritik modern berjudul Criticus ditulis oleh Julius Caesar Sealinger (1484-1558). Buku ini merupakan jilid ke-6 dari rangkaian bukunya yang berjudul Poetica. Dalam jilid ke enam ini, ia mengadakan penyelidikan dan perbandingan, yang sudah barang tentu terlalu memakan tenaga dan minat, antara para pengarang Yunani dan Romawi Latin dengan titik berat pada usaha pertimbangan dan bahkan pemeriksaan terhadap Homerus dan Vergilius dalam kelas yang sama. Kemudian karena usahanya ini, Sealiger mendapat julukan le grand critique, kritikus besar di kalangan sastrawan Perancis.
Kemudian istilah kritik ini diterima di kalangan luas dalam artian yang luas pula pada abad ke-16 dan ke-17. Pengarang terkenal Moliere misalnya, menulis sebuah buku berjudul Critique de L’ecole des Femmes (1663). Kritik sastra jelas selalu dihubungkan dengan sastra kuno dan diidentifikasikan dengan seluruh masalah tentang teori pengetahuan dan penangkapan.
Di Inggris, kata kritik dengan sendirinya mempunyai perkembangan dan sejarah sendiri. Pada zaman Elizabetan, kata critic tidak pernah kedengaran ataupun ditulis orang. Buku pertama yang membicarakan tentang masalah ini adalah Advancement of Learning karangan Francis Beacon (1605). Buku ini memperbincangkan tradisi-tradisi ilmu pengetahuan dalam kategori-kategori sebagai berikut:
1. Critical, yang memberikan ciri-ciri:
a. Berpautan dengan perbaikan dan penerbitan yang benar dari karya para pujangga;
b. Berpautan dengan eksposisi (pembeberan) dan eksplikasi (pengudaraan);
c. Berpautan dengan zaman yang banyak kali memberikan petunjuk yang jelas buat mengadakan penafsiran yang tepat;
d. Berpautan dengan sekilas pemeriksaan atau sensor penghakiman terhadap karya-karya para pujangga; dan
e. Berpautan dengan sintaksis yang berarti tata kalimat serta disposisi atau hikmah keilmuannya.
2. Pedantical
Dalam garis besarnya, perkembangan istilah di Inggris sejajar dengan di Perancis. Tetapi harus diingat bahwa pemakaiaan istilah itu tidak semudah di Perancis. Kata benda critism yang belakangan ini sangat biasa dipakai sebenarnya merupakan usaha untuk menghindari adanya homonimi yang terdapat pada kata critic, sebab pada mulanya kata ini di samping mempunyai arti tindakannya juga orang yang melakukan tindakan itu. Usaha lain untuk menghindari homonim itu terdapat juga dalam pemakaian critique yang merupakan pinjaman dari Perancis.
Pengarang pertama di dalam sastra Inggris yang mempergunakan istilah criticism dalam arti yang dipegang teguh sampai sekarang adalah John Dryden yang menuliskan: criticism yang telah diletakkan oleh Aristoteles dimaksudkan sebagai penghakiman yang benar. Masih ada seorang tokoh lain lagi yang telah menulis sajak panjang berjudul Essay on Criticism, yakni Alexander Pope.
Dengan demikian jelaslah bahwa istilah criticism meluas benar pemakaiaannya., mendesak kata critick. Ini berarti juga telah lenyapnya suatu homonim.
Kalau di dalam sastra Jerman ditemukan juga istilah kritik dan kritisch itu merupakan pengaruh yang merembes dari Perancis. Untuk artian yang dikandung oleh kritik di dalam sastra Inggris atau Perancis, sastra Jerman memiliki istilah Literaturwissenshaft. Istilah ini pernah juga diusahakan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris ataupun Perancis menjadi the science of literature, tetapi tidak begitu mendapat sambutan sebab di dalam kedua bahasa itu istilah science memang mempunyai arti yang lebih khusus dan sempit yakni tertuju pada pengetahuan eksakta.
Demikianlah sekedar penjelajahan yang telah dilakukan sepintas kilas saja untuk mernyingkap asal istilah kritik sastra dan pemakaiannya di dalam sejarah pustaka sastra sejauh ini.
Bahasa Indonesia tidak melihat adanya persoalan berkenaan istilah kritik. Istilah ini diterima di kalangan luas dengan cukup memberikan implikasi ke arah pemgertian yang sebenarnya, meskipun harus diakui bahwa sementara orang ada juga yang melakukan usaha untuk memperkenalkan istilah lain seperti ulasan, teropong, sorotan, dan wawasan. Tokoh-tokoh di Indonesia yang telah memperjuangkan pengenalan istilah kritik ini antara lain Sutan Takdir Alisjahbana, H.B. Jassin, Iwan Simatupang, Subagio Sastrowardoyo, dan belakangan ini disusul oleh Boen S. Oemarjati dan Goenawan Mohamad.
Di Indonesia memang pernah istilah kritik ini dihindari karena dianggap perkataan itu membawa makna yang cukup tajam dan perbuatan mengeritik itu dianggap destruktif, sehingga sering dimunculkan sinonimnya seperti penyelidikan ataupun pemgkajian, telaah, bahasan, atau ulasan. Sungguhpun demikian, bukan tidak terjadi sebelumnya penilaian atau penghukuman terhadap sastrawan dan karyanya di dalam sejarah kehidupan kesastraan di nusantara ini.
Di Indonesia memang pernah istilah kritik ini dihindari karena dianggap perkataan itu membawa makna yang cukup tajam dan perbuatan mengeritik itu dianggap destruktif, sehingga sering dimunculkan sinonimnya seperti penyelidikan ataupun pengkajian, telaah, bahasan, atau ulasan.
Mengenai kritik sastra itu sendiri, beberapa batasan kita jumpai. H.B. Jassin mengemukakan bahwa kritik sastra adalah pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra.
Menurut Gayley dan Scott (1970), kritik sastra adalah:
1. Mencari kesalahan (fault finding)
2. Memuji (to praise)
3. Menilai (to judge)
4. Membanding (to compare)
5. Menikmati (to appreciate)
Menurut Duroche (1967) denagn mengutip pendapat Stanley Edgar Huyman, menarik kesimpulan tentang kritik sastra:
1. Kritik sastra adalah penilaian (evaluation).
2. Kritik sastra adalah interpretasi, sebab belum adanya ukuran yang baku dan ukuran itu sendiri tidak dapat disusun.
3. Kritik sastra itu adalah penialain dan interpretasi.
Dari beberapa penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk member pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik.
Suatu kritik sastra dapat dilakukan dengan oendekatan atau dengan metode yang berlainan. Oelh sebab itu kritik sastra dapat dibagi atas dua jenis, yaitu:
1. Kritik sastra penilaian (judicial criticism), yaitu kritik sastra yang sifatnya member penilaian terhadap pengarang dan karyanya.
2. Kritik sastra induktif (inductive criticism), yaitu kritik sastra yang tidak mau mengakui adanya aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan sebelumnya.


Kritik sastra juga dibagi berdasarkan tipe sejarah sastra dan kritik sastra, yaitu sebagai berikut:
1. Impresionistik
2. Kesejarahan
3. Textual
4. Formal
5. Yudisial
6. Analitik
7. Moral
8. Mitik
Bila dilihat dari hakikat suatu karya sastra yang merupakan suatu keutuhan, suatu kebutuhan yang berdiri sendiri, maka kritik sastra dapat pula dibagi atas tiga aspek. Ketiga aspek kritik itu disejajarkan dengan ketiga aspek sastra sebagai suatu bentuk karya seni. Aspek-aspek itu adalah pertama, sastra itu merupakan suatu fenomena atau gejala sejarah, yakni sebagai hasil karya dan seorang seniman yang datang dari suatu lingkungan tertentu dengan kebudayaan tertentu yang tidak lepas dari rangkaian sejarah. Kedua, suatu karya sastra pastilah merupakan pengejawantahan karya yang menandai karya-karya sastra lain, termasuk didalamnya aliran, permasalahan, dan kebudayaan yang sama atau hampir sama dengan karya sastra tersebut. Ketiga, karya sastra sebagaimana juga dengan karya sastra yang lain, berbeda-beda tingkat pencapaiannya sebagai karya seni, begitu juga dengan kebenaran yang diungkapkan dan kepentingannya pada kehidupan masyarakat. Tegasnya, suatu karya sastra mempunyai tingkatan sendiri dalam hal kesempurnaan dan mempunyai pandangan sendiri tentang nilai-nilai.
Bertolak dari pendirian itu, maka seorang kritikus yang jelilah yang dapat mengamati aspek-aspek perbedaab dan kesamaan suatu karya sastra dengan karya sastra yang lain. Ketepatan pengamatan seorang kritikus tentulah didasarkan pada keluasaan pengalaman, pengetahuan, pendidikan, dan minatnya yang besar. Dengan itu pula seorang kritikus dapat menghasilkan suatu pandangan serta getaran hati yang lebih halus dibandingkan dengan pembaca biasa. Oleh sebab itu kritik sastra pun menghendaki ketiga aspek seperti yang sudah dikemukakan di atas.
Dalam fungsi menafsirkan dan menilai, kritikus dapat menghadapkan dirinya kepada publik pembaca awam dan dapat pula menghadapkan dirinya kepada pencipta.
Ada kecenderungan khusus pada krtik kesusastraan yaitu bahwa pada umumnya bersifat kontemporer. Dan kecenderungan inilah yang memberikan kesempatan pada kritik itu, yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada pembinaan,peningkatan kejiwaan bangsa, dan kepada pengangkatan kejiwaan umat manusia. Kritik berdedikasi kepada modernisasi. Dengan kritik dapat diharapkan agar dihindarkan alienasi yang sering terjadi antara sastrawan, pencipta, dan masyarakat. Kritik hendaknya menjembatani jurang itu, sehingga kesusastraan menjadi bagian yang integral dengan kehidupan budaya manusia. Jadi kesusastraan mempunyai fungsi dalam masyarakat. Bagaimana fungsi ini, bergantung pada pelaksanaan fungsi itu.
Hubungan komunikasi antara karya sastra dengan kritikus disebut komunikasi kritika. Komunikasi ini bisa positif dan bisa negatif, penilaian ini harus ada alasannya yang harus ditarik dalam karya sastra itu. Subjektivitas penilaian dapat diimbangi dan diperkecil dengan menarik semua alasan dari eksistensi karya sastra itu sendiri. Kritik pada umumnya bersifat eksplisit yang bertugas membongkar semuanya untuk menjelaskan semuanya. Dalam kritik sastra yang baik senantiasa tersimpan pendirian kritikus tentang hakikat dan fungsi kesusastraan itu sendiri. Disini nyata pertalian antara kritik dan estetika.
Dalam melaksanankan kritik sastra ini membutuhkan bantuan ilmu-ilmu kerabat tertentu, antara lain:
1. Untuk hal-hal yang mengenai lapisan idealisasi.
2. Untuk hal-hal yang mengenai lapisan aktualisasi.
Akan tetapi kritik sastra itu sendiri tidak boleh tergelincir menjadi ilmu kerabat itu sendiri.


C. PENUTUP
Pengertian kritik sastra berkembang dari masa ke masa, namun tetap tidak mengubah artinya. Istilah kritik berasal dari kata krites yang oleh orang-orang Yunani Kuno dipergunakan untuk menyebut hakim, sebab kata benda ini berpangkal pada krinein yang berarti menghakimi.
Dalam fungsi menafsirkan dan menilai, kritikus dapat menghadapkan dirinya kepada publik pembaca awam dan dapat pula menghadapkan dirinya kepada pencipta. Ada kecenderungan khusus pada krtik kesusastraan yaitu bahwa pada umumnya bersifat kontemporer.

Daftar Pustaka
Wahid, Sugira. 2009. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar

PENGERTIAN UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DALAM KARYA SASTRA

PENGERTIAN FUNGSI DAN RAGAM SASTRA

A. Pengertian Sastra

Kesusastraan : susastra + ke – an
su + sastra
su berarti indah atau baik
sastra berarti lukisan atau karangan
Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan indah.
Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung
nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.
B. Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masayarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :

1. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
3. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya.
4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
5. Fungsi religius, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.
C. Ragam Sastra
1. Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu :
a) Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
b) Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan habasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu :
(1) Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
(2) Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
(3) Irama, dan
(4) Persamaan bunyi kata.
c) Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
d) Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog.

Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.
2. Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu :
a) Epik, karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa
mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
b) Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
c) Didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang
masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
d) Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian(baik atau buruk) denan pelukisan yang berlebih-lebihan.
3. Dilihat dari sejarahnya, sastra terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Kesusastraan Lama, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama dalam sejarah bangsa Indonesia. Kesusastraan Lama Indonesia dibagi menjadi :
(1) Kesusastraan zaman purba,
(2) Kesusastraan zaman Hindu Budha,
(3) Kesusastraan zaman Islam, dan
(4) Kesusastraan zaman Arab – Melayu.
b) Kesusastraan Peralihan, kesusastraan yang hidup di zaman Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karya-karya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi ialah :

(1) Hikayat Abdullah
(2) Syair Singapura Dimakan Api
(3) Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
(4) Syair Abdul Muluk, dll.
c) Kesusastraan Baru, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat baru Indonesia.
Kesusastraan Baru mencangkup kesusastraan pada Zaman :
(1) Balai Pustaka / Angkatan ‘20
(2) Pujangga Baru / Angkatan ‘30
(3) Jepang
(4) Angkatan ‘45
(5) Angkatan ‘66
(6) Mutakhir / Kesusastraan setelah tahun 1966 sampai sekarang
D. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
1. Unsur Intrinsik
a) Tema dan Amanat

Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra.
Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema
minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di
dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi
makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan
oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah
makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.
b) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada
beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama
ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya
sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh
bulat (round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai
segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang
disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.

Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh.
Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara
penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi
pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara
dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi
melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku
atau tokoh dalam suatu cerita.
Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang
terjadi.
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh.

Alur terdiri atas beberapa bagian :
(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
(5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita.
Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur

ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.
d) Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
e) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
2. Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca
sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.



Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Karya Sastra
UNSUR INTINSIK

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam.

Unsur-unsur intrinsik karya sastra adalah :

TEMA
AMANAT
ALUR/PLOT
PERWATAKAN/PENOKOHAN
LATAR/SETTING
SUDUT PANDANG/POINT OF VIEW
UNSUR-UNSUR INTRINSIK

A. TEMA

adalah sesuatu yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang yang ditampilkan dalam karangannya

B. AMANAT

adalah pesan/kesan yang dapat memberikan tambahan pengetahuan, pendidikan, dan sesuatu yang bermakna dalam hidup yang memberikan penghiburan, kepuasan dan kekayaan batin kita terhadap hidup

C. PLOT/ALUR

adalah jalan cerita/rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir.

TAHAP-TAHAP ALUR

1. Tahap perkenalan/Eksposisi

adalah tahap permulaan suatu cerita yang dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan (perkenalan para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik, penggambaran tempat)

2. Tahap pertentangan /Konflik

adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antara pelaku-pelaku (titik pijak menuju pertentangan selanjutnya)

Konflik ada dua ;

1. konflik internal

adalah konflik yang terjadi dalam diri tokoh.

2. konflik eksternal

adalah konflik yang terjadi di luar tokoh(konflik tokoh dengan tokoh, konflik tokoh dengan lingkungan, konflik tokoh dengan alam, konlik tokoh denganTuhan dll)

3. Tahap penanjakan konflik/Komplikasi

adalah tahap dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit (nasib pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar)

4. Tahap klimaks

adalah tahap dimana ketegangan mulai memuncak (perubahan nasip pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang dugaan itu tidak terbukti pada akhir cerita)

5. Tahap penyelesaian

adalah tahap akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Ada pula yang penyelesaiannya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung, tanpa ada penyelesaian.

MACAM-MACAM ALUR

Alur maju
adalah peristiwa –peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir/masa kini menuju masa datang.

2. Alur mundur/Sorot balik/Flash back

adalah peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu/masa kini, baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan/masa lalu salah satu tokoh.

3. Alur gabungan/Campuran

adalah peristiwa-peristiwa pokok diutarakan. Dalam pengutararaan peristiwa-peristiwa pokok, pembaca diajak mengenang peristiwa-peristiwa yang lampau,kemudian mengenang peristiwa pokok ( dialami oleh tokoh utama) lagi.

D. PERWATAKAN/PENOKOHAN

adalah bagaimana pengarang melukiskan watak tokoh

ADA TIGA CARA UNTUK MELUKISKAN WATAK TOKOH

Analitik
adalah pengarang langsung menceritakan watak tokoh.

Contoh :

Siapa yang tidak kenal Pak Edi yang lucu, periang, dan pintar. Meskipun agak pendek justru melengkapi sosoknya sebagai guru yang diidolakan siswa. Lucu dan penyanyang.

2. Dramatik

adalah pengarang melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung.

Bisa melalui tempat tinggal,lingkungan,percakapan/dialog antartokoh, perbuatan, fisik dan tingkah laku, komentar tokoh lain terhadap tokoh tertentu, jalan pikiran tokoh.

Contoh :

Begitu memasuki kamarnya Yayuk, pelajar kelas 1 SMA itu langsung melempar tasnya ke tempat tidur dan membaringkan dirinya tanpa melepaskan sepatu terlebih dahulu. (tingkah laku tokoh)

3. Campuran

adalah gabungan analitik dan dramatik.

Pelaku dalam cerita dapat berupa manusia , binatang, atau benda-benda mati yang diinsankan

PELAKU/TOKOH DALAM CERITA

Pelaku utama
adalah pelaku yang memegang peranan utama dalam cerita dan selalu hadir/muncul pada setiap satuan kejadian.

2. Pelaku pembantu

adalah pelaku yang berfungsi membantu pelaku utama dalam cerita.Bisa bertindak sebagai pahlawan mungkin juga sebagai penentang pelaku utama.

3. Pelaku protagonis

adalah pelaku yang memegang watak tertentu yang membawa ide kebenaran.(jujur,setia,baik hati dll)

4. Pelaku antagonis

adalah pelaku yang berfungsi menentang pelaku protagonis (penipu, pembohong dll)

5. Pelaku tritagonis

adalah pelaku yang dalam cerita sering dimunculkan sebagai tokoh ketiga yang biasa disebut dengan tokoh penengah.

E. LATAR/SETTING

Latar/ setting adalah sesuatu atau keadaan yang melingkupi pelaku dalam sebuah cerita.

Macam-macam latar

Latar tempat
adalah latar dimana pelaku berada atau cerita terjadi (di sekolah, di kota, di ruangan dll)

2. Latar waktu

adalah kapan cerita itu terjadi ( pagi, siang,malam, kemarin, besuk dll)

3. Latar suasana

adalah dalam keadaan dimana cerita terjadi. (sedih, gembira, dingin, damai, sepi dll)

F. SUDUT PANDANG PENGARANG

Sudut pandang adalah posisi/kedudukan pengarang dalam membawakan cerita.

Sudut pandang dibedakan atas :

Sudut pandang orang kesatu
adalah pengarang berfungsi sebagai pelaku yang terlibat langsung dalam cerita, terutama sebagai pelaku utama. Pelaku utamanya(aku, saya, kata ganti orang pertama jamak : kami, kita)

2. Sudut pandang orang ketiga

adalah pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita. Pelaku utamanya (ia, dia, mereka,kata ganti orang ketiga jamak, nama-nama lain)

UNSUR EKSTRINSIK

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar

UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK

Latar Belakang Penciptaan
adalah kapan karya sastra tersebut diciptakan

2. Kondisi masyarakat pada saat karya sastra diciptakan

adalah keadaan masyarakat baik itu ekonomi, sosial, budaya,politik pada saat karya sastra diciptakan

JENIS-JENIS MAJAS

Home » Bahasa » Macam-macam Majas (Gaya Bahasa)
Macam-macam Majas (Gaya Bahasa)


1. Klimaks
Adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat.
Contoh : Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman harapan.

2. Antiklimaks
Adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lma semakin menurun.
Contoh : Ketua pengadilan negeri itu adalah orang yang kaya, pendiam, dan tidak terkenal namanya

3. Paralelisme
Adalah gaya bahasa penegasan yang berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat. Contoh : Jika kamu minta, aku akan datang

4. Antitesis
Adalah gaya bahasa yang menggunakan pasangan kata yang berlawanan maknanya.
Contoh : Kaya miskin, tua muda, besar kecil, smuanya mempunyai kewajiban terhadap keamanan bangsa.
Reptisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai

5. Epizeuksis
Adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.
Contoh : Kita harus bekerja, bekerja, dan bekerja untuk mengajar semua ketinggalan kita.

6. Tautotes
Ada;aj repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi.
Contoh : kau menunding aku, aku menunding kau, kau dan aku menjadi seteru

7. Anafora
Adalah repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap garis.
Contoh : Apatah tak bersalin rupa, apatah boga sepanjang masa

8. Epistrofora
Adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir kalimat berurutan Contoh : Bumi yang kau diami, laut yang kaulayari adalah puisi, Udara yang kau hirupi, ari yang kau teguki adalah puisi

9. Simploke
Adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contoh : Kau bilang aku ini egois, aku bilang terserah aku. Kau bilang aku ini judes, aku bilang terserah aku.

10. Mesodiplosis
Adalah repetisi di tengah-tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan.
Contoh : Para pembesar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencari perawannya sendiri.

11. Epanalepsis
Adalah pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama.
Contoh : Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.

12. Anadiplosis
Adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa berikutnya.
Contoh : Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati. Dalam hati : ah tak apa jua yang ada.

13. Aliterasi
Adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh : Keras-keras kena air lembut juga

14. Asonansi
Adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh : Ini luka penuh luka siapa yang punya

15. Anastrof atau Inversi
Adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya predikat kalimat mendahului subejeknya karena lebih diutamakan.
Contoh : Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peranginya.

16. Apofasis atau Preterisio
Adalah gaya bahasa dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
Contoh : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara

17. Apostrof
Adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.
Contoh : Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air bercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kau perjuangkan

18. Asindeton
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung agar perhatian pembaca beralih pada hal yang disebutkan.
Contoh : Dan kesesakan kesedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.

19. Polisindeton
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung.
Contoh : Kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang merontokkan bulu-bulunya?

20. Kiasmus
Adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, yang bersifat berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa dan klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.
Contoh : Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu.

21. Elipsis
Adalah gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.
Contoh : Risalah derita yang menimpa ini.

22. Eufimisme
Adalah gaya bahasa penghalus untuk menjaga kesopanan atau menghindari timbulnya kesan yang tidak menyenangkan.
Contoh : Anak ibu lamban menerima pelajaran

23. Litotes
Adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri
Contoh : Mampirlah ke gubukku!

24. Histeron Proteron
adalah gaya bahasa yang merupakan kebailikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.
Contoh : Bila ia sudah berhasil mendaki karang terjal itu, sampailah ia di tepi pantai yang luas dengan pasir putihnya

25. Pleonasme
Adalah gaya bahasa yang memberikan keterangan dengan kata-kata yang maknanya sudah tercakup dalam kata yang diterangkan atau mendahului.
Contoh : Darah merah membasahi baju dan tubuhnya

26. Tautologi
Adalah gaya bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat atau mempergunakan kata-kata yang diterangkan atau mendahului.
Contoh : Kejadian itu tidak saya inginkan dan tidak saya harapkan

27. Parifrasis
Adalah gaya bahasa yang menggantikan sebuah kata dengan frase atau serangkaian kata yang sama artinya.
Contoh : Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu

28. Prolepsis atau Antisipasi
Adalah gaya bahasa dimana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
Contoh : Keua orang tua itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu.

29. Erotesis atau Pertanyaan Retoris
Adalah pernyataan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
Contoh : inikah yang kau namai bekerja?

30. Silepsis dan Zeugma
Adalah gaya dimana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan sebuah kata dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.
Contoh : ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.

31. Koreksio atau Epanortosis
Adalah gaya bahasa yang mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.
Contoh : Silakan pulang saudara-saudara, eh maaf, silakan makan.

32. Hiperbola
Adalah gaya bahasa yang memberikan pernyataan yang berlebih-lebihan.
Contoh : Kita berjuang sampai titik darah penghabisan

33. Paradoks
Adalah gaya bahasa yang mengemukakan hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya tidak karena objek yang dikemukakan berbeda.
Contoh : Dia besar tetapi nyalinya kecil.

34. Oksimoron
adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama.
Contoh : Keramah-tamahan yang bengis

35. Asosiasi atau Simile
Adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya.
Contoh : Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam

36. Metafora
Adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda tertentu dengan benda lain yang mempunyai sifat sama.
Contoh : Jantung hatinya hilang tiada berita

37. Alegori
adalah gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia dengan alam.
Contoh : Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman.

38. Parabel
Adalah gaya bahasa parabel yang terkandung dalam seluruh karangan dengan secara halus tersimpul dalam karangan itu pedoman hidup, falsafah hidup yang harus ditimba di dalamnya.
Contoh : Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa yang benar tetap benar

39. Personifikasi
Adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.
Contoh : Hujan itu menari-nari di atas genting

40. Alusi
Adalah gaya bahasa yang menghubungkan sesuatu dengan orang, tempat atau peristiwa.
Contoh : Pkartini kecil itu turut memperjuangkan haknya

41. Eponim
Adalah gaya dimana seseorang namanya begitu sering dihubungakan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan suatu sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh : Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

42. Epitet
Adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal.
Contoh : Lonceng pagi untuk ayam jantan.

43. Sinekdoke
- Pars Pro Tato
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagianhal untuk menyatakan keseluruhan. Contoh : Saya belum melihat batang hidungnya
- Totem Pro Parte
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan seluruh hal untuk menyatakan sebagian. Contoh : Thailand memboyong piala kemerdekaan setelah menggulung PSSi Harimau

44. Metonimia
Adalah gaya bahasa yang menggunakan nama ciri tubuh, gelar atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri. Contoh : Ia menggunakan Jupiter jika pergi ke sekolah

45. Antonomasia
Adalah gaya bahasa yang menyebutkan sifat atau ciri tubuh, gelar atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri. Contoh : Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

46. Hipalase
Adalah gaya bahasa sindiran berupa pernyataan yang berlainan dengan yang dimaksudkan. Contoh : ia masih menuntut almarhum maskawin dari Kiki puterinya (maksudnya menuntut maskawin dari almarhum)

47. Ironi
Adalah gaya bahasa sindiran berupa pernyataan yang berlainan dengan yang dimaksudkan. Contoh : Manis sekali kopi ini, gula mahal ya?

48. Sinisme
adalah gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari ironi atau sindiran tajam
Contoh : Harum bener baumu pagi ini

49. Sarkasme
Adalah gaya bahasa yang paling kasar, bahkan kadang-kadang merupakan kutukan.
Contoh : Mampuspun aku tak peduli, diberi nasihat aku tak peduli, diberi nasihat masuk ketelinga

50. Satire
Adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.
Contoh : Ya, Ampun! Soal mudah kayak gini, kau tak bisa mengerjakannya!

1. Inuendo
Adalah gaya bahasa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh : Ia menjadi kaya raya karena mengadakan kemoersialisasi jabatannya

52. Antifrasis
Adalah gaya bahsa ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna sebaliknya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.
Contoh : Engkau memang orang yang mulia dan terhormat

53. Pun atau Paronomasia
Adalah kiasan dengan menggunakan kemiripan bunyi.
Contoh : Tanggal satu gigi saya tinggal satu
54. Simbolik
Adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang.
Contoh : Keduanya hanya cinta monyet.

55. Tropen
Adalah gaya bahasa yang menggunakan kiasan dengan kata atau istilah lain terhadap pekerjaan yang dilakukan seseorang.
Contoh : Untuk menghilangkan keruwetan pikirannya, ia menyelam diri di antara botol minuman.

56. Alusio
Adalah gaya bahasa yang menggunakan pribahasa atau ungkapan.
Contoh : Apakah peristiwa Turang Jaya itu akan terulang lagi?

57. Interupsi
adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di dalam kalimat pokok untuk lebih menjelaskan sesuatu dalam kalimat.
Contoh : Tiba-tiba ia-suami itu disebut oleh perempuan lain.

58. Eksklmasio
Adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata seru atau tiruan bunyi.
Contoh : Wah, biar ku peluk, dengan tangan menggigil.

59. Enumerasio
Adalah beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan, dilukiskan satu persatu agar tiap peristiwa dalam keseluruhannya tanpak dengan jelas.
Contoh : Laut tenang. Di atas permadani biru itu tanpak satu-satunya perahu nelayan meluncur perlahan-lahan. Angin berhempus sepoi-sepoi. Bulan bersinar dengan terangnya. Disana-sini bintang-bintang gemerlapan. Semuanya berpadu membentuk suatu lukisan yang haromonis. Itulah keindahan sejati.

60. Kontradiksio Interminis
Adalah gaya bahasa yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah dikemukakan sebelumnya.
Contoh : semuanya telah diundang, kecuali Sinta.

61. Anakronisme
Adalah gaya bahasa yang menunjukkan adanya ketidak sesuaian uraian dalam karya sastra dalam sejarah, sedangkan sesuatu yang disebutkan belum ada saat itu.
Contoh : dalam tulisan Cesar, Shakespeare menuliskan jam berbunyi tiga kali (saat itu jam belum ada)

62. Okupasi
Adalah gaya bahasa yang menyatakan bantahan atau keberatan terhadap sesuatu yang oleh orang banyak dianggap benar.
Contoh : Minuman keras dapat merusak dapat merusak jaringan sistem syaraf, tetapi banyak anak yang mengkonsumsinya.

63. Resentia
Adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu yang tidak mengatakan tegas pada bagian tertentu dari kalimat yang dihilangkan.
Contoh : “Apakah ibu mau….?”

Diposkan oleh Gunandar Azikin on Sabtu, 24 Desember 2011
Berikut Macam-macam Majas atau Gaya Bahasa dalam Bahasa Indonesia :

PERIODI SASTRA INDONESIA


Masalah Angkatan dan Periodisasi Sastra
Periodisasi sastra Indonesia erat kaitannya dengan latar belakang zaman yang menyebabkan periodisasi itu penting. Beberapa peristiwa sejarah telah menghiasi lembaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Peristiwa sejarah yang pertama ialah lahirnya gerakan kebangsaan seperti Budi Utomo, Serikat Dagang Islam, Taman Siswa, Muhammadiyah dll. Semua organisasi itu lebih banyak bergerak dalam bidang pendidikan.


Dengan bekal dan pengalamannya terhadap bangsa serta kebudayaan lain yang lebih maju, mereka menjadi sadar betapa terbelakangnya masyarakat dan bangsanya. Dengan kesadaran itu mereka berupaya untuk mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa. Salah satu sikap budaya yang mereka anggap sebagai penghambat kemajuan adalah feodalisme.

Dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, Ajib Rosidi membagi periodisasi sastra Indonesia sebagai berikut:
1. Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (1900-1945) yang dapat dibagi lagi menjadi beberapa periode, (1) periode awal hingga 1933; (2) periode 1933-1942; dan (3) periode 1942-1945.
2. Masalah perkembangan (1945 sampai sekarang) yang lebih lanjut dapat pula dibagi menjadi (1) periode 1945-1953; (2) periode 1953-1961; (3) periode 1961-sampai sekarang.

Dra. B Simorangkir Simanjuntak dalam buku Kesusastraan jilid I membagi kesusastraan menurut zamannya sebagai berikut:
1. Kesusastraan Masa Lama atau Purba (sebalum masuk pengaruh dari India), kesusastraan ini meliputi cerita tentang doa, mantra, silsilah, adat kebiasaan, dan kepercayaan.
2. Kesusastraan Masa Hindu/Arab
Kesusastraan ini mulai datangnya pengaruh Hindu, dan kedatangan agama Islam, sampai kedatangan orang asing lain meliputi; cerita mengenai asal usul manusia, alam agama, silsilah raja dan keluarga, cerita yang bersifat didaksi, dan cerita pelipur lara.
3. Kesusastraan Baru
Kesusastraan baru terbagi atas tiga bagian;
a) Masa Adbullah din Abdul Kadir Munsyi
b) Masa Balai Pustaka
c) Masa Pujangga Baru
4. Kesusastraan Masa Mutakhir
Dari tahun 1942 hingga sekarang
a) Kesusastraan Lama (…-1920)
b) Kesusastraan Baru (1920-1945)
c) Kesusastraan Modern (1945-…)

Menurut Sabaruddin Ahmad periode sastra dapat digolongkan sebagai berikut;
1. Kesusastraan Lama
a) Dinamisme
b) Hinduisme
c) Islamisme
2. Kesusastraan Baru
a) Masa Abdullah din Abdul Kadir Munsyi
b) Masa Balai Pustaka
c) Masa Pujangga Baru
d) Masa Angkatan ‘45

Sedangkan Zuber Usman membagi periode sastra Indonesia sebagai berikut;
1. Kesusastraan Lama
2. Kesusastraan Zaman Peralihan
3. Kesusastraan Baru, yang meliputi;
a) Zaman Balai Pustaka (1908)
b) Zaman Pujangga Baru (1933)
c) Zaman Jepang (1942)

Kalau kita perhatikan pendapat dari para ahli di atas, kita akan menemukan adanya perbedaan sudut pandang, ada yang menyatakan sastra Melayu termasuk sastra Indonesia, sedangkan pihak lain menyatakan bahwa sastra Melayu tidak termasuk sastra Indonesia.

Jadi sastra Indonesia adalah sebuah karya sastra yang menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian suatu karya sastra yang tidak menggunaka bahasa Indonesia, bukan sastra Indonesia. Oleh karena karya sastra sebelum masa Balai Pustaka menggunakan bahasa Melayu, bukan bahasa Indonesia, maka kesusastraan itu tidak bisa dianggap sebagai sastra Indonesia. Kesusastraan Indonesia baru dimulai pada zaman Balai Pustaka. Dengan demikian, pembagian kesusastraan menurut zamannya sebagai berikut;

1. Masa Balai Pustaka
a) Pada tanggal 14 september 1908, dengan ketetapan gubernumen No. 12, didirikanlah sebuah badan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) di bawah pimpinan G.A.J. Hazeu
b) Pada tahun 1922 nama diganti menjadi Balai Pustaka, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan usahanya. Kemudian berturut-turut Balai Pustaka dipimpin oleh Dr. D.A. Rinkes, Dr. G.W.J. Drewes, Dr. K.H.A. Hidding.
2. Masa Pujangga Baru
Pujangga baru pada mulanya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan sastra yang mulai diterbitkan juli 1933. Kemudian nama ini dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda mengambil inisiatif penerbit majalah itu, serta pujangga-pujangga yang terus-menerus memelihara tubuhnya dengan sumbangan karangan-karangan mereka, baik puisi maupun prosa.
3. Masa Angkatan ‘45
Angkatan ’45 lahir ditengah dentuman meriam dan bom yang hebat dan dahsyat. Pada masa itu ada pemerintahan penduduk jepang yang sedang berkuasa ditanah air Indonesia. Nama angkatan ’45 sebenarnya dipakai sebagai lambing kemerdekaan dalam kesusastraan sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno – Hatta tanggal 17 Agustus 1945.
4. Masa Sesudah Angkatan ‘45
Sesudah angkatan ’45 ada beberapa angkatan, tetapi hal itu tidak popular. HB Jassin dalam bukunya “Angkatan ‘66” mengemukakan angkatan ’66. Namun tidak semua pihak menerima kehadiran angkatan itu. WS Rendra di Yogyakarta mengemukakan angkatan ’50. Namun nama itu tidak popular. Kedua angkatan inilah yang kita sebut angkatan sesudah angkatan ’45.